Zuli Dewi Mulyowati: LDR (Long-distance Relationship) #Part2

LDR (Long-distance Relationship) #Part2

#Part 2: Bagaimana Long-distance Relationsip begitu menyiksa…

Sebagaimana yang aku ceritakan sebelumnya, kami bertemu terakhir kali di Bogor pada awal Maret 2012.
Usai training di Bogor, suami berangkat ke Kalimantan Tengah untuk menjalani masa magang selama 6 bulan di PT. Astra Agro Lestari. Selama magang, aturannya adalah belum diperbolehkan membawa keluarga bagi yang sudah berkeluarga. Dengan begitu, praktis kami tak dapat bertemu hingga masa magang berakhir sampai pertengahan Agustus 2012 nanti.
Pada dasarnya, aku tak pernah memikirkan betapa lamanya waktu 6 bulan. Orang-orang sepertiku memang tak pernah mencemaskan masa depan. Prinsipnya, jalani saja. Tapi, persoalannya seringkali kesulitan baru kusadari ketika sedang menjalani. Bahwa waktu 6 bulan itu lama dan berpisah jarak itu berat, baru kurasakan sekarang ini, jauh terlambat dibanding kengerian teman-temanku yang mengetahui aku akan terpisah selama 6 bulan.
Berminggu-minggu tak bertemu, aku merasa seperti anak kecil yang terpisah dari caregiver-nya. Rasa tersiksa karena rindu yang kualami, mengingatkan pada rasa sedih masa kecil karena ditinggal di rumah, sedangkan orangtua harus pergi ke luarkota. Kalian pasti tahu perasaan itu kan? Bagaimana hari-hari terasa sepi saat orangtua untuk beberapa hari tak berada di rumah…
Pelajaran baru bagiku, terpisah dari pasangan adalah hal yang paling mematahkan semangat. Sungguh, dikala rindu dendam menyiksa aku merasa tak mampu berbuat apapun. Performa kerjaku anjlok.  Satu-satunya yang kupikirkan hanyalah hidup bersama suami. Telpon dan sms setiap hari ternyata tak mampu menggantikan hasrat untuk tinggal bersama-sama.
Sampai pada titik ini, aku baru menyadari mengapa orang-orang terlalu ribut membicarakan rencana kami untuk terpisah sementara… LDR memang berat tak terkira.
Ada berbagai penyebab mengapa LDR sangat berani dijalani. Aku kira, penyebabnya bervariasi untuk masing-masing orang. Secara umum, berat ringannya LDR tergantung situasi yang dihadapi dan tergantung kepribadian orang yang menjalani. Dalam kasusku, LDR menjadi sangat berat karena, maaf, desakan biologis dan tingginya kebutuhanku akan intimacy. Aku pun butuh supporter yang selalu ada tiap aku menghadapi masalah.
Beberapa hari yang lalu, aku melimpahkan seluruh perasaanku pada suami. Aku katakan padanya hubungan jarak jauh seperti ini benar-benar menggangguku. Aku hanya berpikiran bagaimana caranya untuk bisa bertemu dan hidup bersama dengan dia. Aku menangis. Betul-betul menangis.
Lalu bagaimana respon suamiku? Bagaimana ia membuatku lebih tenang dan berpikir lebih jernih? Bagaimana ia membuatku tersadar dan bersyukur meski dalam keadaan yang sulit? Ikuti tulisan selanjutnya… (bersambung)

Sumber.  http://muflihasiambodo.wordpress.com/2012/06/01/mensyukuri-ldr-long-distance-relationship-part2/

No comments: